Minggu, 05 Desember 2010

Transplantasi organ Menurut Pandangan Islam

Pengertian Transplantasi
    Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi:
1. Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.
2. Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
3. Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies lainnya.


    Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
2. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:
1. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan / organ.
2. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

2.2     Sejarah dan Perkembangan Transplantasi
 Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakuakan transpalantasi kulit. Semantara jaman Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama.
Diduga John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah transplantasi. Dia mampu membuat criteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistim golongan darah dan sistim histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum ditemukan.
Pada abad ke – 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan menemukan golongan darah system ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi.
Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembeng dengan ditemukannya metode – metode pencangkokan, seperti :
a. Pencangkokkan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner olah Dr. George E. Green.
b. Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
c. Pencakokkan sel – sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.   

2.3    Alasan Melakukan Transplantasi
    Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transpalntasi tidak dapat dihindari dalam menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter – dokter dalam melakukan transplantasi, upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas.
   

    Islam memerintahkan agar setiap penyakit diobati. Membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat berakibat fatal, yaitu kematian. Membiarkan diri terjerumus pada kematian adalah perbuatan terlarang,

"... dan janganlah kamu membunuh dirimu ! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa 4: 29)
    Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah saw. seraya bertanya, Apakah kita harus berobat? Rasulullah menjawab, “Ya hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit.” Para shahabat bertanya, “Penyakit apa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Penyakit tua.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

2.4    Dampak Dan Prosedur Pelaksanaan Transplantasi
Adapun dampak yang di derita setelah transplantasi antara lain:
Kesembuhan
Kecacatan
Kematian
    Prosedur Pelaksanaan Transplantasi
    Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
2. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
    Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:
A. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan / organ.

B. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

Contoh Kasus:
    Dokter bedah militer China telah membunuh delapan orang demi memenuhi kebutuhan satu orang pasien yang memerlukan ginjal baru.Pasien tersebut memiliki kelainan antibodi yang menyulitkannya untuk mendapatkan ginjal yang sesuai. Dalam kurun delapan hari, empat ginjal dibawa ke hadapannya untuk dicoba. Ketika keempatnya gagal, tiga bulan kemudian dia kembali memperoleh empat ginjal lainnya – yang terakhir ternyata cocok. Pria ini kemudian ditransfer ke Rumah Sakit Tentara Rakyat 85 untuk perawatan.
    Dr.Tan berkata kepada pria tersebut secara eksplisit, bahwa organ-organ tersebut berasal dari tahanan terpidana mati China, dan beberapa dari organ tersebut diambil secara rahasia, bukan atas dasar sukarela.

BAB III
PEMBAHASAN II

3.1    Pandangan Islam Tentang Transplantasi
    Pandangan yang menentang pencangkokan/transplantasi organ diajukan atas dasar setidaknya tiga alasan:
·    •  Kesucian hidup/tubuh manusia : setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah yang jelas mengenai ini dalam Al-Qur'an. Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia, meskipun sudah menjadi mayat: “Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup.”
·    •  Tubuh manusia adalah amanah : hidup, diri, dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi pinjaman dari Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tak memiliki hak mendonorkannya pada orang lain.
·    •  Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata: pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk dicangkokkan pada tubuh orang lain; di sini tubuh dianggap sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya bisa dipindah-pindah tanpa mengurangi ke-tubuh-an seseorang.
Sedangkan pandangan yang mendukung pencangkokan organ memiliki beberapa dasar, sebagai berikut
Kesejahteraan publik (maslahah) : pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian ada beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya untuk menyelamatkan hidup manusia, yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam. Dengan alasan ini pun, ada beberapa kualifikasi yang mesti diperhatikan:
·    Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tak ada alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa; derajat keberhasilannya cukup tinggi
·    ada persetujuan dari pemilik organ asli (atau ahli warisnya);
·    penerima organ sudah tahu persis segala implikasi pencangkokan ( informed consent )
·    Altruisme : ada kewajiban yang amat kuat bagi Muslim untuk membantu manusia lain, khususnya sesama Muslim; pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu ini dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk tindakannya), dan karenanya dianjurkan. Sekali lagi, untu k ini pun ada beberapa syarat:
·    ada persetujuan dari donor;
·    nyawa donor tak terancam dengan pengambilan organ dari tubuhnya;
·    pencangkokan yang akan dilakukan berpeluang berhasil amat tinggi.
Setelah beberapa alasan yang membolehkan itu, pendukung pencangkokan organ masih menambahkan beberapa syarat lain:
·    organ tak diperoleh melalui transaksi jual-beli, karena tidak sah hukumnya menjual organ (yang notabene bukan miliknya sendiri)
·    seorang Muslim, kecuali dalam dalam situasi-situasi yang mendesak, hanya boleh menerima organ dari Muslim lainnya. Ada satu implikasi yang menarik dari sini. Jika syarat ini dikombinasikan dengan kebolehan (dan dalam kasus tertentu kewajiban) melakukan pencangkokan organ, maka mendonorkan organ bagi Muslim hukumnya adalah wajib-sosial ( fardh kifayah ), yaitu, dalam suatu komunitas Muslim, adalah kewajiban bagi salah seorang Muslim untuk mendonorkan organnya jika ada orang lain yang membutuhkan! (Sekali lagi, tentu dengan memenuhi pembatasan-pembatasan di atas.)
Belakangan ini, di antara lembaga-lembaga pemberi fatwa di dunia Muslim, pandangan yang dominan adalah pandangan yang mendukung bolehnya pencangkokan organ. Di antara lembaga semacam itu yang mendukung pencangkokan organ adalah Akademi Fikih Islam (lembaga di bawah Liga Muslim Se-Dunia, yang berpusat di Arab Saudi) pada fatwa-fatwanya pada tahun 1985 dan 1988; Akademi Fikih Islam India (1989); dan Dar al-Ifta'(lembaga otonom semcam MUI, di bawah Departemen Agama, Mesir, yang biasanya diketuai oleh ulama dari Universitas al-Azhar). Pencangkokan yang diperbolehkan mencakup autotransplantasi, allotransplantasi, dan juga heterotransplantasi—dalam urutan keterdesakan (situasi darurat) yang lebih tinggi. Meski demikian, diperbolehkannya pencangkokan organ ini selalu diikuti syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas.
Menurut Pandangan Ulama
Mazhab Syafi’i
Menurut kitab Mugni al – Muhyaj, seseorang dilarang memotong bagian mana pun dari tubuhnya untuk diberikan kepada orang lain yang sedang menderita. Pelarangan ini diberikan karena sekalipun ditujukan untuk kebaikan orang lain ( nyawanya terancam ) tetapi perbuatan semacam ini dapat membahayakan diri sendiri, sejalan dengan hal ini dilarang pula bagi seorang yang terancam nyawanya untuk memotong bagian tubuh binatang hidup untuk kepentingan dirinya sendiri ( yaitu untuk menyelamatkan hidupnya )
Mazhab Imamiah
Dalam kitab Syarai al –islam dinyatakan bahwa seseorang yang sedang terancam nyawanya dilarang untuk memotong bagian tubuh orang lain yang masih hidup untuk dimakan karena perbuatan ini dapat mengancam nyawa orang lain tersebut.
Kalangan Mazhab Maliki
Imam Badruddin az-Zarkasyi (745-794 H) dari kalangan Mazhab Syafi’i, dan Ibnu Qudamah dari kalangan Mazhab Hanbali. Organ tubuh manusia, menurut mereka, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manusia itu sendiri, ka­rena masing-masing organ tubuh mempunyai fungsi yang melekat dengan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, memperjualbelikan bagiannya sama dengan memperjualbelikan manusia itu sendiri. Memperjual­belikan manusia diharamkan oleh syarak.
3.2    Transplantasi Ditinjau Dari Aspek Hukum
Pada saat ini peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok – poko peraturan tersebut, adalah:
Pasal 10
Transplantasi alat unutk jaringna tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan – ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan / keluarganya yang trdekat setelah penderita meninggal dunia.

Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga terdekat.

Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat – akibat dan kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transaplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjual – belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ked an dari luar negri
Pendapat Kelompok:
    Berobat itu boleh saja asalkan tidak merusak organ lain dan tidak membahayakan pasien.
    Transplantasi dapat dilakukan dan hukumnya halal jika tidak membahayakan pasien.
    Dengan adanya transplantasi maka pasien dapat tertolong dan dapat melanjutkan hidup pasien.

BAB IV
PENUTUP

4.1.    Kesimpulan
Teknik transplantasi, dimungkinkan untuk memindahkan suatu organ atau jaringan tubuh manusia yang masih berfungsi baik, baik dari orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, ke tubuh manusia lain.
Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transpalntasi tidak dapat dihindari dalam menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter – dokter dalam melakukan transplantasi, upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas.
Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penembuhan suatu penyakit tidak dapat bagitu saja diterima masyarakat luas. Pertimbangan etik, moral, agama, hokum, atau social budaya ikut mempengaruhinya.

4.2.    Saran
Transplantasi hendaknya dilakukan atas persetujuan dari berbagai pihak dan sebaiknya dilihat apakah membahayakan si penerima atau tidak. keputusan Transplantasi adalah keseimbangan antara risiko dan manfaat.






DAFTAR PUSTAKA
   
http://www.theepochtimes.com/news/6-11-16/48226.html
ETIKA KEDOKTERAN dan HUKUM KESEHATAN. 1999. Jakarta:EGC
Ebrahim abdul fadl mohsin,Telaah Fiqih & bioetika Islam,PT. serambi ilmu semesta,jakarta:2004
Al-jurjawi. Syeikh Ali akhmad.1992.”falsafah dan hikmah hukum islam“. Semarang .CV Asy-syifa’
Mughniyah, Muhammad jawad. 2001.”fiqih lima mazhab. Jakarta. centera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar